Data Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (IPK) menunjukkan bahwa tindak korupsi di Indonesia pada tahun 2018 berada di peringkat ke 4 tingkat ASEAN. Di tahun 2019 ini, tingkat kejahatan tindak pidana korupsi mencapai 15%. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih berada pada zona degradasi ‘tindak kejahatan’ di dunia.
Klasifikasi korupsi berdasarkan UU No. 31/1999 jo 20/2001 ada 7, yaitu, kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, perbuatan pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi.
Selain kedua data valid di atas, jenjang kasus korupsi di Indonesia berdasarkan aktor/pelakunya diurut dari ASN (375 orang), swasta (235 orang), ketua/anggota DPRD (127 orang), kepala desa (102 orang), kepala daerah (37 orang), dirut/karyawan BUMN (28 orang), aparatus desa (22 orang), dirut/karyawan BUMD (15 orang), ketua/anggota kelompok atau organisasi (13 orang), dan kepala sekolah (12 orang). Data Indonesian Corruption Watch (ICW) dan beberapa data di atas menjadi latar belakang diadakannya kegiatan “The Role of Social Media in Fighting Corruption” yang bertempat di Travellers Hotel Phinisi, Makassar.
Tak hanya berbicara korupsi, kegiatan tersebut berorientasi pada sosial media dan bagaimana menjadi user yang bijak. Baik di Youtube, Instagram, Facebook, Twitter dan akun media sosial lainnya. Kegiatan dengan tagar SocMed4SocGood tersebut menghadirkan 3 pembicara utama, yaitu Akhyari Hananto, founder and Editor Chief GNFI, Edy Pang, desainer dan tenaga ahli IndonesiaBaik.id, Lalola Easter, peneliti dari Indonesian Corruption Watch (ICW).
Selain itu, kegiatan yang digelar di 7 kota di Indonesia ini menghadirkan 15 komunitas yang ada di Makassar dengan jumlah 30 peserta. Di antaranya adalah Panrita.id, komunitas Satu Atap, Ginan.id, UKM Creative Language Forum, Gusdurian, KITA Bhinneka Tunggal Ika, Duta Damai, dan Beasiswa 10.000 Makassar. Bukan hanya itu, ada 1 komunitas yang datang jauh-jauh dari Sulawesi Barat untuk mengikuti kegiatan ini,HIMAHI UNSULBAR.
Yang menarik dari kegiatan ini adalah “Unimaginable Meeting”. Nurul Mutmainnah dan Andi Marami Emir Makkasau dari UKM Creative Language Forum, Hasrianti Hadi dan Asrina Usman dari Beasiswa 10.000 Makassar, Mursyid dari KITA Bhinneka Tunggal Ika dan Nur Azizah. S dari Duta Damai bertemu di tempat yang sama tapi dengan komunitas yang berbeda. Meski dengan komunitas masing-masing, mereka tetap beralmamater Institut Parahikma Indonesia yang Berperadaban, Cerdas dan Terampil.
Kegiatan yang diadakan oleh #ObatManjur (Orang Hebat, Main Jujur) ini bekerjasama dengan Embassy of The United States, Arcanum dan didukung oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), GoodNews, ICW, YOT Surabaya, Forum Duta Wisata Balikpapan (FDWB), Sakti, Bengkulu Youth Forum (BYF) dan Ngopi Nyastro. SocMed4SocGood tersebut dirangkaikan dengan boardgame yang merupakan rintisan dari Arcanum.
Boardgame tersebut bukan sekadar permainan, terdapat nilai-nilai penting sebagai bentuk aspirasi penolakan korupsi di Indonesia. Pun sebagai pengetahuan bahwasanya korupsi-lah yang membuat citra Indonesia buruk di dunia. Permainan tersebut bukan permainan yang memerlukan gawai, tapi permainan jadul yang telah dimodikasi sesuai dengan visi-misi Arcanum, KPK dan ICW.
Mahasiswi MPI yang dengan membawa nama “Duta Damai” mengemukakan bahwa kegiatan tersebut merupakan landasan baru yang positif, “Kesannya itu, yah, sangat mengesankan”, ucap Azizah. “Selain itu, boardgame yang digunakan adalah metode yang praktis karena mengandung nilai kejujuran dan ramah lingkungan”, tambahnya.
Selain itu, Ryanti mengemukakan bahwa dirinya sangat bersyukur menjadi bagian dari SocMed4SocGood, banyak pengalaman baru yang didapatkan dan pastinya bermanfaat untuk banyak orang, baik itu teman, komunitas, ataupun keluarga, terutama esensi menolak korupsi dan bibitnya. Lantas “Ada Apa dengan Koruptor? yang masa bodo dengan itu semua” ujarnya.
“Kegiatan ini menyadarkan saya bahwa kita adalah generasi penerus, menjadi penentu bangsa nantinya. Maka dari itu, salah satu hal kecil yang bisa kita lakukan dari sekarang adalah utilizing media sebaik mungkin”, ujar delegasi Beasiswa 10.000 Makassar tersebut.
Sesuai dengan nama kegiatannya, peranan sosial media menjadi salah satu inisator untuk merubuhkan pelaku korupsi di Indonesia. Lalola menjelaskan bahwa sosial media adalah alat yang bisa gunakan untuk melawan pelaku korupsi, tergantung sebijak apa kita menggunakannya. Sebagai bentuk penolakannya, ICW membuat poster “Mundurlah atas nama keadilan” dengan mempelesetkan gambarnya.
Menjadi bagian dari kegiatan keren tersebut adalah kebanggan tersendiri bagi Nurul Mutmainnah, perwakilan UKM Creative Language Forum (CLF) IPI, dan tak semua orang berpeluang mengikutinya, “Saya dapat berkomunikasi langsung dengan orang-orang hebat di kegiatan ini. Saya berharap kegiatan ini berkelanjutan dan dapat diaplikasikan”, ucapnya.
“The Role of Social Media in Fighting Corruption” ini berlangsung selama 2 hari, 23-24 Maret 2019. Mursyid (KITA Bhinneka Tunggal Ika) juga menuturkan bahwa kita yang merupakan gen Z adalah nahkoda generasi berikutnya, “Nahkoda, yang menentukan ke arah mana bahtera ini akan berlayar”, tutupnya.
Penulis: Yuda al-Awwam (UKM JPC)
Komentar Terbaru