Institut Parahikma Indonesia yang berdiri sejak tahun 2016 ini, membuktikan bahwa kampus yang masih berusia dini ini memang memiliki Sumber Daya Manusia yang luar biasa. Hanya dalam jangka waktu kurang lebih hampir 3 tahun, IPI sudah mampu mencetak mahasiswa sebagai duta Indonesia dalam ajang Internasional, khususnya pada program pertukaran pelajar Study of the U.S. Institutes for Student Leaders. Ini membuktikan bahwa untuk Go International tidak harus lulusan kampus negeri, melainkan kampus yang berorientasi overseas dan berkomitmen untuk menghasilkan alumni yang bersaing baik dalam skala nasional maupun internasional.

Setelah melalui seleksi institut yang ketat, dengan beberapa mentor handal yakni Ms. Nurwahida, Mr. Abdi yang keduanya adalah dosen alumni Amerika dan mendapatkan beasiswa MoRA untuk melanjutkan doktornya di Australia dan Inggris, maka terpilihlah Mursyidin Yusuf sebagai representative program ini. Tes yang selanjutnya dilalui dalam Study of the U.S. Institutes for Student Leaders program antara lain essay, google form, recomendation letter dan personal statement), serta interview via Skype. Selain itu, motivasi Prof. Azhar Arsyad, rektor IPI, yang selalu menginspirasinya dalam berbagai aspek, seperti Bahasa Inggris, ICT, dan ilmu spiritual, banyak membaca, gali ilmu dari berbagai tokoh, membuat Mursid selalu giat berusaha dan belajar.

Mursyid, yang juga adalah Ketua Umum UKM Journalism and Pen Circle (JPC) serta demisioner ketua HMPS MPI ini berbagi pengalaman, “selama di IPI kami dibekali Bahasa Inggris selama 3 tahun, ICT, bekal agama, profesionalisme di prodi masing-masing, wawasan keilmuan dan kebangsaan di UKM JPC, dan banyak UKM yang bisa dijadikan pilihan guna mengasah bakat dan minat kami disini”.

Dia pun menambahkan bahwa dalam seleksi tes Exchange Student Program ini, ia diminta untuk menjabarkan segala hal terkait pengalamannya sebagai volunteer. Diantaranya, di IYG (Indonesian Youth Generation), KITA Bhinneka Tunggal Ika, IDMI (Ikatan Da’i Muda Indonesia), KPAJ, RPI (Relawan Pendidikan Indonesia), ReadPublik (komunitas literasi Makassar), HI (Human Iniatitive), dll. Di IYG bergerak di bidang pendidikan, sosial, kepemudaan dan lingkungan (terkhusus ke tujuan Sustainable Development Goals, SDGs). Telah diadakan sospro (social project)  di pantai Losari dengan berbagai kegiatan, dan akhir April ini akan diadakan lagi IYA (Integrity Youth Adventure) yang kedua dalam skala nasional yg sasarannya anak SMA se-Indonesia dan bertempat di Malino nantinya.

“Komunitas lainnya adalah IDMI yang fokus di dakwah. Lebih kepada pengisian jadwal ceramah dan khotbah di masjid-masjid yang ada kerjasamanya dengan IDMI. Sedangkan KPAJ bergerak di sosial, terkhusus pada anak-anak jalanan. RPI bergerak di pendidikan secara umum, tapi juga aktif di sosial dan lingkungan. ReadPublik itu orientasinya hanya buat berita dan jadi penulis esai, opini dan puisi di websitenya. Selain itu, Asoli.id (Asosiasi Literasi) juga bergerak mirip dengan ReadPublik. (tambahannya berupa novel, cerpen dan cermin dan beberapa antologi) tapi cakupannya besar, sampai ke tingkat nasional. Saya juga aktif di yang Human Initiative (HI) yang bergerak di bidang sosial, dan di Kelas Inspirasi, saya pernah menjadi recruiter relawan pengajar dan dokumentator” ujarnya.

“KITA yang bergerak di bidang pendidikan dan perdamaian anti kekerasan juga mengadakan banyak kegiatan selain daripada kegiatan akademik yang bekerjasama dengan belasan komunitas serupa dengan kami. Seperti Gusdurian, Peacegen, IFLC, BSMI, komunitas Satap, Ikasa, AIM, hoax buster, kolaborasi.id, dll. Saya pernah menjadi project manager KITA (saat itu). Sekarang sebagai  project officer Akademi KITA yang didalamnya ada beberpa kelas, seperti peace leadership class, peace leadership training, outdoor class, dan mentoring class (saat ini diusung TOEFL class yang pengajarnya adalah saya sendiri dan hanya untuk teman-teman di KITA). Saya bersyukur sekali karena di IPI juga sudah belajar TOEFL, jadi bisa sharing sama teman-teman”, tambahnya.

Salah satu komponen yang membuatnya lolos adalah pemahamannya mengenai pluralisme. “Kalau kita berbicara pluralisme, berarti kita bicara paham. Pluralisme adalah pemahaman mengenai banyaknya perbedaan, dalam hal ini, keagamaan. Religius freedom without looking down or caling down other religions. Pluralisme bermakna bagaimana kita bisa menyelami keseragaman dan tetap harmoni dalam perbedaan, tanpa mengatasnamakan agama-agama yang kita anut, dengan saling menghargai dan menerima satu sama lain tanpa menggunakan seragam agama (Islam, Kristen, dll) tapi bergaunkan Bhinneka (Bhinneka Tunggal Ika)”, jelasnya.

mursyid with prof

“Alasan ikut event ini karena sesuai dengan background pendidikan saya, pesantren dan IPI sebagai institusi islam dengan (temanya pluralisme), makanya tertarik. Saya mau tahu lebih mengenai Islam diluar penjelasan orangg Islam sendiri dan memperkenalkan Islam tanpa dalil Islam (al-Qur’an dan Hadis) tapi dengan pendekatan akal. Alasan lain juga pastinya ingin buat orang tua bangga dan menangis bahagia”, ungkapnya penuh bahagia.

Selain Mursid, peserta yang lolos mewakili Indonesia Timur adalah Maria Sarah Sohia Tay. Sementara dari Indonesia wilayah lainnya adalah Indra, Natalie, dan Reza. Mereka berlima akan berangkat pada tanggal 22 Juni mendatang. Yang akan dilakukan di Amerika nantinya yaitu mengenal budaya U.S. (dari segi agama dan sosial), belajar mengenai kepemimpinan, dan tour. Participants akan melakukan tour ke Salt Lake City, Utah, serta mengeksplor the SUSI theme from different perspectives. The Institute will end in Washington, DC, along with four other SUSI cohorts, for a closing event and opportunity to network with SUSI participants across regions and Institutes.

 

Penulis: Amhy Faezarobbani