Mahasiswa/i IPI Mengisi Weekend dengan Kegiatan Volunteer dan Peace Value Training

Mahasiswa/i IPI Mengisi Weekend dengan Kegiatan Volunteer dan Peace Value Training

Bagi beberapa mahasiswa/i IPI, weekend bukanlah saat untuk bermalas-malasan. Waktu luang seperti ini, justru dimanfaatkan untuk mengikuti kegiatan yang bisa mengasah kemampuan diri, penegmbangan wawasan kebangsaan serta perdamaian, dan mengembangkan jiwa sosial (volunteer) mereka.

Salah satu kegiatan yang dipilih adalah ToT peace educator (Training of trainer peace educator) yang diselanggarakan oleh PISS (Peace Institute of South Sulawesi) dan YPMIC (Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Indonesia Cerdas) di kantor pusat YPMIC sekitar buan Februari lalu. Tempat ini berlokasi di jl Kacong dg lalang, Perumahan Gowa residence C7. Jumlah peserta yang ikut adalah 11 orang, Dua diantaranya dari Institut Parahikma Indonesia termasuk Rezki Amir dan Halima (prodi TBI), dan ada juga dari UMI, UNISMUH, UIN.

Ada 6 pilar materi yg di paparkan terkait Peace: yakni caring, empathy, ralationship, awareness, diversity, dan spirituality.  Mereka juga diberi materi dan question session oleh ms. Joylida dari Cambodia Founder  Peace Inspirer melalui Skype (video call).

Saya sangat senang karna mentornya sangat capable membawakan materinya dan tidak boring karna setiap materi ada gamenya terus fasilitasnya sangat bagus baik itu makanan dan sebagainya dan juga kita disuruh feel free untuk buat teh/coffee dan duduk bareng ngobrol ataupun sharing pengalaman baik itu panitiannya, peserta, dan founder yayasannya di waktu istirahat.

Para peserta mendapatkan fasilitas berupa makanan, dan alat-alat seperti pulpen, buku, dll, hanya dengan cuma mengirimkan CV dan jumlah pesertanya diterima itu terbatas  15 seat. Adapun jenis kegiatannya adalah Workshop transformasi konflik pemuda dan perdamaian.

Selain itu, adapula yang memanfaatkan akhir pekannya dengan terlibat di PKPU Human Initiative, bergerak sebagai lembaga kemanusiaan yang berdiri sejak tahun 1999. Lembaga ini juga telah mendapat pengakuan dari PBB.  Fokus PKPU termaktub pada 4 bidang Ekonomi, kesehatan, pendidikan, tanggap darurat.

“Alasan saya mengikuti PKPU adalah untuk menambah wawasan, pengalaman, jaringan dan intinya mau bermanfaat bagi sesama manusia as a volunteer tanpa melihat dari mana asalnya mereka”, ujar Hardiansyah yang akrab disapa Andri dari prodi Eksyar ini. “Yang saya lakukan sebagai volunteer PKPU human initiative yakni mengajar berbahasa Indonesia kepada refugees dari berbagai negara dengan menggunakan bahasa pengantar, yakni Bahasa inggris. Kelompok yang saya ajar berasal dari Somalia dan Afghanistan guna mempermudah mereka dalam berinteraksi walau mereka pasti tertekan karna banyak hal yang beda denga yangada di negaranya. Selain saya, ada juga kak Ilham dari prodi eksyar juga dan Kak Nurul Muthmainnah dari prodi TBI di instansi IOM. Hanya saja segmen yang diajar Kak Nurul khusus anak-anak da nada fee nya”, tambahnya.

Adapula mahasiswa/i IPI dari berbagai prodi di IPI yang tertarik mengembangkan jiwa volunteer mereka di Komunitas Bangku Pelosok dan Komunitas Pecinta Anak Jalanan (KPAJ). Sebut saja Ukki (mahasiswa TBI), “kegiatan seperti Bangku Pelosok ini membuat saya lebih memahami aktivitas anak-anak di daerah terpencil, infrastruktur yang kurang memadahi, dan kurangnya guru, namun mereka sangat patuh dan giat belajar.

Sementara di KPAJ saya temukan anak-anak dengan lingkungan yang berbeda. Saya ingin cari tahu kenapa mereka memilih putus sekolah dan bagaimana solusinya. Anak jalanan umumnya kurang sopan, pakaiannya agak kotor, bicaranya juga lebih tidak cocok untuk usia anak-anak, mungkin karena pengaruh lingkungan. Kebanyakan dari mereka juga tidak sekolah karena harus membantu orang tua mereka bekerja, persoalan finansial, orang tua tidak punya KTP, dan lain sebagainya, paparnya. Untuk menjadi bagian dari KPAJ calon anggota harus mengikuti semua agenda, membuat aksi mengajar atau buat kreativitas di daerah binaan KPAJ, dan mengikuti TOT.

Dengan keterlibatan mahasiswa/i IPI dalam event yang mengembangkan wawasan kebangsaan, perdamaian, conflict resolution,  dan volunteer tersebut, maka diharapkan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual mereka bisa melejit dan nantinya tidak kaku ketika terjun di masyarakat luas. Bekal bahasa inggris yang sudah mereka pelajari di bangku kuliah merupakan nilai plus bagi mahasiswa yang ikut dalam ajang bernuansa internasional.

 

Penulis: Rezki Amir dan Hardiansyah (UKM JPC)

Bercengkerama dalam Ekosistem Pendidikan dan Budaya melalui Bazar Dialog Bangku Pelosok

Bercengkerama dalam Ekosistem Pendidikan dan Budaya melalui Bazar Dialog Bangku Pelosok

bazar BP

Kegiatan Bazar Dialog ini dilaksanakan oleh Komunitas Bangku Pelosok (Komunitas volunteer) pada malam hari, 07 april 2019 dengan tema “Ekosistem Pendidikan Di Ranah Sosial Budaya”. Bazar dialog ini berlangsung di cafe Bugis (Katangka) dan dihadiri oleh beberapa komunitas volunteer (tamu undangan) lainnya salah satunya Komunitas Pajappa Bangkeng.

Salah satu tujuan tema yg menarik diatas juga bahwa kesadaran akan hal Pendidikan di Indonesia itu belum merata, dan keterkaitannya dengan budaya makin tergerus oleh adanya kecanggihan teknologi dan masuknya budaya asing.

Tema tersebut dibedah oleh dua pemateri yang sangat luar biasa yaitu Damar Tri Afrianto, S.Sn.,M.Sn. , seorang dosen Institut Seni dan Budaya Indonesia (ISBI) Sulsel dan Aminah, S.Pd.I., M.Pd. selaku dosen Institut Parahikma Indonesia (IPI) Gowa.

Pada kesempatan ini, Damar menyampaikan bahwa budaya bisa diintegrasikan dengan pelajaran-pelajaran yang ada di sekolah agar budaya lokal tetap terjaga. Karna pada dasarnya tiap mata pelajaran bisa memperkenalkan budaya daerah, bukan hanya di bidang seni dan budaya saja. Contohnya, pada pelajaran sejarah, bukan hanya diajar siapa tokoh dan tahun kejadiannya, melainkan memperkenalkan budaya daerah tentang “apa dan mengapa hal tersebut terjadi” di masa lalu. Mengapa negara lain mencaplok budaya kita, salah satunya adalah karena kita kurang bangga dengan budaya kita sendiri, tambahnya.

Sementara itu, Aminah mengutip pendapat Einstein “Educating mind without educating heart is no education at all”, yang maknanya adalah mendidik akal tanpa mendidik moral anak bangsa, tidak bisa disebut sebagai pendidikan. Pendidikan bukan hanya dibatasi lingkup kelas, tapi juga penanaman nilai kemannusiaan serta kemuliaan pada tiap individu. Banyak negara besar namun “tidak terdidik” karna carut marutnya karakter atau mengalami degradasi moral.

Bazar BP 3

Sebagian kecil peserta bazar dialog Bangku Pelosok

Jadi kita musti ”think out of the box” mengenai pendidikan ini. Pendidikan tidak dinilai dari canggihnya fasilitas saja, atau mewahnya ruangan kelas. Untuk apa fasilitas pendidikan canggih dan mahal, tapi karakter bobrok dan tingkat bunuh diri serta kenakalan remaja meningkat? Hal substansial dari sebuah pendidikan adalah penanaman nilai peradaban mulai dari keluarga, sekolah, hingga interaksi masyarakat. Langkah volunteer bangku pelosok ini adalah ibarat pendidik yang bergerak seperti akar pohon yang tak terlihat namun manfaatnya bisa dirasakan oleh sekitarnya,  ujar Aminah yang juga kerap kali diundang menjadi pemantik seputar feminisme, kebangsaan, dan pendidikan ini.

Sebagai negara yang berlandaskan Bhinneka Tunggal Ika, kita harus menjaga prinsip dan ideologi bangsa itu. Menjaga local wisdom dan memfilter budaya asing yang masuk ke negara kita adalah tanggung jawab bersama. Ada banyak event kebudayaan yang bisa dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, serta lembaga pendidikan untuk menjaga kelestarian budaya seperti pengadaan karnaval, lomba tari, dan pengenalan literatur daerah, tambah Aminah.

 

Penulis: Nurisnawiyah (UKM JPC)